PELANGGARAN HAK CIPTA

BAB III
PELANGGARAN FlAK CIPTA
A. Jenis-jenis Pelanggaran ilak cipta
Undang-undang Hak Cipta (UUHC) mernuat batasan yang berlaku terhadap hak cipta. Pembatasan terhadap hak cipta itu disebutkan dengan kalirnat menurul undung-undung vung herlaku. Maksudnya adalah bagi mereka yang bukan pemegang hak cipta dapat mengumumkan atau memperbanyak ciptaan orang lain, asalkan memenuhi batasan yang telah dirumuskan dalam undang-undang.
UUHC nmberikan dua batasan hak cipta, yaitu batasan tanpa syarat dan batasan bersyarat. Batasan tanpa syarat dapat ditemukan pada pasal 13 huruf (a) dan (b) sebagai berikut :1
Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta
a. Mengurnurnkan dan perbanyakan dan lambang-lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifat aslinya.
b. Pengurnurnan dan perbanvakan dan segala sesuatu yang diurnurnkan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali apabila hak cipta dinyatakan dilindungi balk dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika ciptaan itu diumumkan.
Sedangkan pembatasan dengan syarat terdapat pada pasal 13 huruf c sebagai berikut:
c. Pengambilan baik seluruhnya maupun sebagian berita dan kantor berita dalam penyiaran radio atau televisi dan surat kabar, dengan syarat harus I x 24 (saw kali dua puluh empat)jam terhitung dan saat pengumuman pertarna berita itu dan surnbernya harus disebutkan secara lengkap.
Pasal 14 menjelaskan secara tegas dan Iengkap tentang pembatasan hak cipta, apabila surnbernya disebutkan, maka tidak termasuk pelanggaran. Rumusan secara Iengkapnya adalah:
1R1, (fiidung-uiidaug fe/aug Hak (‘i/Eu J’,su/ /3

41
a. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan katya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, dan tinjauan tentang masalah yang ketentuannya tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi pencipta.
b. Pengambilan ciptaan pihak lain balk seluruhnya maupun sebagian guna keperluan pembelaan di dalam maupun di luar pengadilan.
c. Pengambilan ciptaan pihak lain baik sebagian maupun seluruhnya guna keperluan:
1. Ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan
2. Pertunjukan dan pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi pencipta
d. Perbanyakan suatu ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dengan huruf braille, guna keperluan para tuna netra kecuali jib perbanyakan tersebut bersifat kornersil.
e. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer secara terbatas dengan cara atau alat apapun atau proses yang serupa dengan perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan dan pusat dokumentasi yang non-komersil, semata-mata untuk keperluan aktivitasnya.
f. Perubahan yang dilakukan atas karya arsitektur seperti ciptaan bangunan berdasarkan perimbangan teknis.
g. Pembuatan salman cadangan suatu program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.2
Pasal 14 huruf a di atas, inerubah redaksi sebagai mana yang terdapat dalam UUHC No. 7 Tahun 1987 dengan dikeluarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta. Perubahan yang dimaksud adalah menghapus batasan atau ukuran 10 % (sepuIuh persen). Hal itu dilakukan karena ukuran kuantitatif untuk menentukan pelanggaran hak cipta sulit untuk diterapkan. Sehingga penilaian melanggar atau tidaknya didasarkan kepada ukuran kualitatif, yaitu sejauh mana pengambilan bagian yang penting atau yang menjadi ciri khas dan suatu ciptaan. Adapun yang menjadi pertimbangan dan perubahan mi adalah akibat tindak pidana tersebut menimbulkan kerugian, ternyata tidak hanya diderita oleh pemegang hak cipta. Akan tetapi negara juga dirugikan, karena tidak
2Jbk pasal 14

42
diperolehnya pernasukan pajak atas keuntungan yang bisa diperoleh dan 1egiatan pelanggaran tersebut.
Berdasarkan penelitian, kemudian ternyata bahwa suatu ciptaan sangat diperlukan hagi kemajuan dan penyelenggaraan pendidikan, pengembangan ilmu di Indonesia, tapi ciptaan tersebut tidak tersedia atau tidak cukup. Oleh karena itu pemerintah punya kebijaksanaan untuk mengusahakan agar pemegang hak cipta tersebut bersedia untuk menerj emahkan atau rnemperbanyaknya di WI I ayah Indonesia.
Langkah yang diatur dalam pasal ii Peraturan Pemenintah. No. 1 Tahun 1989 tentang terjernahan dan memperbanyak ciptaan mi berbeda sekali dengan perampasan atau penyitaan. Upaya yang dilakukan agar ciptaan \‘ang bersangkutan tersedia menurut kebutuhan, apabila yang bersangkutan tidak mau untuk memperbanyak atau menterjemahkan, maka pemerintah melakukan sendiri. Tindakan yang diambil pernerintah tersehut tidak perlu terikat dengan jangka waktu semula yang telah ditetapkan. Sekalipun tindakan dilakukan seperti itu. tetap berlangsung dengan pembenian imbalan, dilakukan dengan cara-cara yang lazim. Tindakan seperti mi pun diambil pernerintah harus seteiah mendapat izin dan Dewan Hak Cipta.
Pemakaian ciptaan juga dianggap sebagal pelanggaran hak cipta apabila sumbern’a tidak disebutkan atau tidak dicantumkan secara jelas. Persyaratan mi dibenlakukan terbatas untuk kegiatan komersil. Khusus untuk pengutipan karya lulls, penyebutan atau pencantuman sekurangkurangnya nama pencipta, judul dan nama ciptaan dan narna penerbitnya jika ada. Sedangkan ukuran mengenai kepentingan yang wajar dan pencipta harus dinilai darihak pencipta terutama dalam menikmati manfaat ekonomi dan ciptaan yang hersangkutan. Apahila terjadi sengketa, maka sudah sewaj arnya untuk penyelesaianya ditentukan di pengadilan.
Di samping itu ada pembatasan yang disebutkan untuk perbanyakan ciptaan di luar program komputer Hal mi bertujuan untuk mempertegas

43
bahwa perbanyakan suatu ciptaan tidak boleh melebihi jumlah yang diperluan, artinya sesuai dengan maksud perbanyakan tersebut. Sedangkan untuk program komputer, pemilik karya mi hanya boleh membuat salman fotocopy clan semata-mata digunakan untuk cadangan program komputer yang bersangkutan, Ketentuan yang sama juga berlaku bagi perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan dan pendidikan serta pusat dokumentasi yang semata-mata digunakan untuk keperluan aktivitasnya.
Berkaitan dengan jems-jenis pelanggaran hak cipta diatur dalam pasal 44 UU}IC. Bardasarkan pasal im ada empat jenis pelanggaran hak cipta. Keempat jenis tersebut adalah:
a. Sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu.
Rumusan mi dapat dikiasifikasikan menjadi beberapa kategori. Pertama, sengaja artinya ada unsur kesegajaan dalam ilmu hukum disebut dengan dolus. Dolus mi terdiri dan tiga bentuk: Sengaja dengan maksud, sengaja dengan keinsyafan dan sengaja dengan keinsyafan kemungkinan. Kaitannya dengan pelanggaran hak cipta adalah adanya unsur kesengajaan untuk melakukan kegiatan mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu dengan adanya maksud tertentu. Kedua, tanpa hak. Pemilik hak cipta dapat mengalihkan atau memberi kuasa kepada orang lain atau badan hukum dengan perjanjian, surat kuasa. Apabila dilakukan di uar ketentuan tersebut maka dianggap melakukan perbuatan tanpa hak, dalam hal tersebut harus diketahui pelaku karena kata sengaja mendahului kata tanpa hak. Ketiga, mengumumkan atau memperbanyak atau memberi izin untuk itu.
UU}IC memberikan pengertian tentang mengumumkan yang terrnuat dalam pasal I huruf d adalah pembacaan, penyiaran, penyiaran atau penyebaran suatu ciptaan, dengan menggunakan alat apapun atau cara
3Leden Marpaung, Tindak P/dana Terhadap Ha1, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), h. 17

44
sedemikian rupa. Sehinga suatu ciptaan dapat dibaca, diketahui, didengar dan dilihat oleh orang lain. Rumusan di atas memberi makna bahwa pembacaan, penyuaraan, pen viaran dan penyebaran merupakan alternati f. Maksudnya pelanggaran hak cipta dapat berupa salah satu dan bentuk perbuatan tersebut. Alat dan cara pengumuman tidak dipermasalahkait Tetapi akibat dan pengumuman tersebut orang lain dapat mambaca, mendengar dan melihat ciptaan tersebut.
Pengertiar perbanyakan dirumuskan pasal I huruf adalah menambah jumlah ciptaan dengan perbuatan yang sama atau menyerupai ciptaan tersebut Perbuatan mi dflakukan dengan mempergunakan bahan yang sama maupun tidak, termasuk ke dalam perbuatan mi mengalihwujudkan suatu ciptaan. Mengalihwujudan yang dimaksud adalah transformasi, seperti patung dijadikan lukisan, cerita roman dijadikan drama, drama biasa dijadikan drama radio dan sebagainya.
Sedangkan pengertian memberi izin untuk itu mencakup unsur sengaja dan tanpa hak bagi seseorang yang memberi izin kepada orang lain untuk mengumurnkan atau untuk memperbanyak. Apabila orang yang memperoleh izin mengetahui bahwa orang yang memberi izin tersebut tanpa hak, maka ia hams bertanggung jawab penuh terhadap orang yang diberi izin.
Flak pencipta untuk memperbanyak atau menggandakan ciptaannya merupakan penjabaran dan hak ekonomi pemegang hak cipta. Bagi pihak yang melakukan perbanyakan ciptaan dengan cara dan alat apapun tanpa izin tertulis dan pemegarig hak cipta dan dan penerbit seperti memperbanyak buku secara illegal lazimya disebut dengan istilah pembajakan termasuk pelanggaran terhadap hak cipta.
Begitu juga dengan perbanyakan ciptaan sebagian atau seluruhnya dengan memakai alat fotocopy, baik ciptaan berupa buku dan program komputer. Juga termasuk pada pelanggaran hak cipta merekam ulang musik atau film baik dengan kaset maupun VCD tanpa izin pemegang hak ; cipta.

Bentuk perbanvakan atau pembajakan terhadap hak cipta sering dilakukan dengan cara hac!. to hack. Pembajakan terhadap kaset, dan buku semakin rarnai dibicarakan. Di saW sisi pelaku pelanggaran dengan berani terus melakukan kegiatannya. Sedangkan di sisi lain pihak konsumen dengan giatnya pula mencari kaset atau buku hasil-hasil bajakan. Pihak rental misalnya menyatakan bahwa kaset vidio resmi terlalu mahal, sehingga bila dibeli kernudian disewakan malah cenderung rugi.
Tindakan menjiplak atau plagiat (plagiaris) apabila diartikan sebagai karangan orang lain dinyatakan sebagai karya sendiri, mi sangat bertentangan dengan kriteria hak cipta. Salah satu kreteria tersebut adalah harus menampilkan ciri khas dan bersifat pribadi. Persoalan akan muncul ketika basil dan plagiat tersebut dipublikasikan dan dikomersialkan. Jelas tindakan seperti mi terrnasuk pada pelanggaran hak cipta.
Pembuatan salman cadangan komputer program tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta. Salman cadangan mi pun semata-mata hanya untuk digunakan sendiri. Biasanya pernilik atau pemakai komputer yang biasanya dilengkapi dengan program komputer atau komputer program, pada saat membeli sering dikhawatirkan bila program tersebut hilang atau rusak. Tindak seperti mi tidak termasuk pelanggaran hak cipta.
Kesernua tindakan rnengurnumkan dan memperbanyak mi bertujuan untuk dikomersil dimana pencipta sehagai pemegang hak akan mengalami kerugian. Ketentuan mi tidak berlaku ketika dihadapkan dengan pasal 13 dan 14 UUHC.
Berdasarkan argumentasi di atas maka pemilik suatu buku, perusahaan dagang dan orang umum yang tidak memiliki suatu barang lebih dan yang dibelinya, tidak diperbolehkan menggandakan atau mencetak ulang suatu kya orang lain untuk kepentingan komersil.4
4M. Hutauruk, Peraturan Hak Cipta Nasional, (Jakarta: Erlangga, 1982), h, 11 dan 16

Pada pclanggaran jenis mi meliputi memperbanyak sebagar atau seluruh ciptaan orang lain rnisalnya dengan mesin fotocopy, mengutip karva :ulis orang lain tanpa rnenyebutkan sumber aslinya dan juga perban\akan atau penggandaan ciptaan tanpa seizin pemegang hak cipta. Untuk jenis mlanggaran hak cipta yang terakhir mi lazirnnya disehut dengan isulah embajakan dan hasilnya dinamakan dengan barang bajakan.
Sengaja rnenyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada urnum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta.3.
Pada jenis pelanggaran hak cipta kedua mi terlihat pada kegiatan dstribusi ciptaan. Hak distribusi adalah hak yang dimiliki pencipta untuk envebarl uaskan kepada masyarakat setiap hasil ciptaannya. Penyebaran :isebut dapat dilakukan berupa bentuk penjualan, penyewaan atau dalam
– entuk lainnya yang dikenal masyarakat.
Segala tindakan yang terkait dengan pendistribusian suatu ciptaan :.npa izin, baik dalarn bentuk menyiarkan, mernamerkan, mengedarkan :npa izin dan pemegang hak cipta, maupun dengan cara menjual hasil eianggaran hak cipta. Penjualan hasil pelanggaran hak cipta atau lebih enal dengan hasil bajakan, dah han ke han semakin menjamur. Bagi :.asvarakat sebagai konsurnen lebih tertarik untuk membeli barang bajakan ni. di samping harganya relatif murah dan juga mudah diperoleh.
Sengaja dengan melanggar larangan mengumumkan setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah, dan keamanan negara, kesusilaan serta ketertiban umum.
Penger-tian kata-kata rnenyiarkan, mengedarkan, dan menjual tidak dijelaskan di dalam a:a menyiarkan berasal dan kata s/ar dan menyiarkan mengandung arti menyeratakan
– -na, menyebarkan atau mempropagandakan, memberitahukan dan memancarkan.
-:an berarti mempertunjukkan dan membanggakan (kekayaan atau kehebatan dan Kata mengedarkan mengandung arti menyampaikan kepada orang lain. Sedangkan
.1/ berarti memberikan sesuatu dengan pembayaran atau menerima uang, menggunakan
ahat untuk kepentingan pibadi dan juga mengandung arti mengkhianati. Depdikbud,
.: s:r Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 835, 640 dan 366

47
UUHC telah member-ikan hamsan terhadap hak cipta sebagarmana yang diatur pasal 3 dan 4. Apabila suatu tindakan dengan sengala dilakukan untuk melanggar ketentuan dan kebijaksaan pernerintah. maka akan dikhawatirkn akan mengganggu keamanan negara, kesusilaait serta ketertihan umum.
d. Dengan sengaja memperbanyak atau megurnumkan ciptaan berupa potret.
Jenis pelanggaran hak cipta yang keempat mi masih terkait dengan hak ekonorni pencipta lerhadap ciptaannya, tetapi lebih dikhususkan pada ciptaan berupa potret. Biasa ciptaan lebih banyak digunakan untuk mempublikasikan suatu produk dengan sistern kontrak. Apabila jangka waktunya sudab habis, sementara potretnya masih dipajang untuk ikian suatu produk atau masih ada pihak yang memperbanyak, maka orang yang dipotret boleh menuntutnya di pengadilan.
Tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, pemotretan untuk diumumkan pada pertunjukan umum walaupun bersifat komersial, kecuali dinyatakan lain oleh orang yang berkepentingan. Pada suatu acara pameran mode pakaian tertentu, atas dasar kepribadian bangsa Indonesia dapat berkeberatan jika diambil potretnya untuk diumumkan.6 Sedangkan untuk kepentingan umum atau untuk proses peradilan pidana, potret seseorang dalarn keadaan bagaimanapun dapat diperbanyak dan diumumkan oleh instansi yang berwenang.
Bertalian dengan kiasifikasi tindak pidana, pelanggaran hak cipta selama mi dikiasifikasikan dengan tindak pidana aduan dalam undangundang, kemudian pada perkembangan selanjutnya diubah dengan tindak pidana biasa. Ha mi berarti bahwa tindakan negara terhadap para pelanggar hak cipta tidak lagi didasarkan atas pengaduan pemegang hak cipta. Tindakan dilakukan baik didasarkan atas pengaduan pemegang hak
6R1, UUHC pasal 20

48
cipta maupun atas dasar pengaduan pihak lain. Untuk itu aparat penegak hukurn diminta untuk bersikap lebih aktifdalam mengatasi pelanggaran mi Adapun pertimbangan dijadikannya pelanggaran hak cipta menjadi delik biasa. 1) Berdasarkan pengalarnan selama mi, kerugian yang ditimbulkan akibat pelanggaran hak cipta tidak hanya diderita oleh pemegang hak cipta. Di lain pihak negara tidak memperoleh pajak penghasilan sebagai salah satu sumber pemasukan negara. Tanpa disadari keuntungan yang dipero!eh dan pelanggaran hak cipta mempunyal dampak negatif baik di bidang sosial, hukum dan ekonorni. 2) Pelanggaran atas hak cipta sebagai hak milik tepat apabila dikiasifikasikan sebagai delik biasa seperti tindakan pencurian, perampasan dan penipuan. Sedangkan untuk delik aduan sesungguhnya lebih tepat apabila dikaitkan denga pelanggaran kehormatan seperti penghinaan, pemerkosaan dan menjadi kurang tepat apabila diterapkan pada pelanggaran hak cipta
Selain pelanggaran terhadap ketentuan hukum pidana, juga kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap perjanjian yang berhubungan dengan masalah hak cipta yang bersifat keperdataan.7 Di beberapa negara penyelesaian persengketaan yang timbul sekitar masalah hak cipta biasanya diselesaikan pada pengadilan khsusus. Di Amerika Serikat misalnya, terdapat pengadilan khusus yang dikenal dengan Copyright Tribunal. Di Inggris UUHC 988 pasal 145 mengatur tentang pengadilan hak cipta yang dikenal dengan the Copyright Tribunal. Sedangkan di Indonesia pengadilan seperti itu tidak dikenal. Semua penyelesaian perselisihan terhadap hak cipta diselesaikan di pengadilan umurn.
B. Faktor-faktor Penyebab Pelanggaran Terhadap flak Cipta
Ada beberapa faktor penyebab pelanggaran hak cipta, pertarna pelanggaran hak cipta berkisar pada keinginan untuk mencari keuntungan
7M. Muhammad Djumhana dan R DjubaidHlah, Hak Mi//k Iiiielekiua/: Sejarah, Teori dci,, Prcikieknya di Indonesia, (I3andunu Citra Aditiya Bakti, 1997), h 91

49
finansial secara cepat dengan rnngabaikan kepentingan para pemegang hak cipta.8 Dampak yang ditimbulkan dan tindakan tersebut justru berpengaruh terhadap tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara
Kedua, pedagang kaki lima seakan-akan dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu pedagang kaki lima yang menjual barang hasil bajakan dinilai dapat memenuhi kebutuhan masyarakat bawah. Hal mi juga disebabkan karena kelompok masyarakat bawah tidak mampu membeli barang ash di toko-toko yang harganya lebih mahal. Jadi mi juga merupakan promosi gratis dan jelas merupakan logika sosial yang tidak dapat dipungkiri.
Bagi masyarakat sebagai konsumen, turnbuh sikap yang tidak lagi memandang perlu untuk mempertanyakan apakah barang yang dibeli tersebut ash atau palsu, dan apakah barang tersebut merupakan hasil pelanggaran hak cipta. Bagi masyarakat yang terpenting adalab dapat mernperoleh barang yang dibutuhkannya dengan gampang dan harga murah dan harga resmi. Sedangkan bagi pencipta keadaan mi menumLuhkan sikap apatis dan sangat menurunkan gairah mencipta.
Ketiga, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berupa mesin percetakan juga mendukung terlaksananya pelanggaran bidang ciptaan ml. Mesin percetakan dengan teknoiogi canggih akan menghasilkan barangbarang yang sama ataupun hampir sama dengan aslinya. Pelanggaran jenis mi sangat suhit dideteksi sejak dini, akibatnya pemegang hak cipta akan menderita kerugian yang sangat besar.
Kemajuan teknologi, khususnya teknologi telekomunikasi dan teknologi infonriasi sangat dipengaruhi oleh perkembangan komputer dan internet. Pada akhirnya media mi akan melahirkan teknologi baru yang banyak disebut dengan telematika. Kalau sebelumnya perangkat kornunikasi, khususnya suara lebih terfokus rnenggunakan pesawat telepon,
8Widyopramoflo Tindak Pidaiia Hak C/pta, A,,alisis dan Penyefesaiannya, (Jakarta Sinar Grafika, 1992), h. 19

50
sedangkan untuk kornunikasi data dan gambar melalui komputer. Sekarang untuk melakukan hal yang sama dapat dilakukan dengan telepon seluler.
Kemampuan untuk rnengakses internet tampaknya akan lebih pesat terhadap pengembangan telematika di masa datang. Kemajuan mi diikuti dengan pengembangan berbagai perangkat aksesnya. Selain masalah keamanan akses dan transfer data, sekarang juga dikembangkan secara intensif adalah pengamanan terhadap berbagai produk yang terkait dengan hak cipta. Seperti produk lagu, komposisi musik, foto dan buku, sekarang dilindungi dengan memanfaatkan teknologi digital yang disebut dengan digital walerinarking.
Portal musik paling besar di internet, beiakangan mi mencoba melindungi penjualan musik dan kemungkinan pembajakan dengan menggunakan tekrologi baru. Teknologi mi mampu mengidentifikasi dengan pemetaan pola-pola suara. Diharapkan teknologi baru tersebut akan mampu melindungi hak cipta musik dan penggandaan yang tidak sah.
Masalah yang dihadapi, ternyata tidak hanya rnenyangkut kernungkinan penggandaan secara tidak sah, tapi internet juga telah mengubah pola bisnis atau pergeseran penjualan secara tradisional pada pola yang Iebih modern. Kalau sebelumnya dapat dibeli per kaset, per piringan hitarn, hanya heris puluhan lagu. Tetapi dengan berkembangnya teknologi, memungkinkan penj ualan dengan harga relatif murah.
Menurut Chandra Darusman, ketua dan sekahgus sekretaris umurn Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI), bahwa manusia tidak bisa rnenghindari perkembangan teknologi informasi dan teknodigital yang cenderung memudahkan. Namun di sisi lain majunya teknologi tersebut peru dikontrol hak ciptanya.
Keempal, lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran hak cipta. Menurut Rinto Harahap, ketua Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) menjamurnya pelanggaran hak kekayaan intelektual, khususnya

51
hak cipta di Indonesia akibat masih lemahnya penegakan hukum dibidang tersebut. Kalau ditinjau dan segi perangkat hukum seperti undang-undang dan aparat penegak hukum, Indonesia sudah memadai. Namun implementasi penegakan hukum di bidang tersebut masih Iemah. Lemahnya penegakan hukum tersebut dapat dibuktikan masih banyaknya pelanggaran yang terjadi terutarna di bidang hak cipta.
Penegakan hukum terhadap kasus-kasus pelanggaran hak cipta seringkali masih ragu.9 Pihak penegak hukum masih enggan bertindak tegas terhadap pedagang kaki lima yang menjual barang-barang bajakan atau hasil pelanggaran hak cipta, seperti buku, kaset. Barang-barang tersebut dapat diperoleh dengan harga yang lebih murah dibanding dengan yang aslinya. Pertimbangannya adalah karena terbentur dengan masalah ekonomi. Maka adanya alasan tersebut dijadikan alasan tidak semestinya menindak mereka yang pada dasamya jelas-jelas melanggar hukum.
Perkembangan kegiatan pelanggaran hak cipta juga dipengaruhi oleh faktor. Misalnya rendahnya tingkat pemahaman masyarakat akan arti dan fungsi hak cipta, sikap dan keinginan untuk memperoleh keuntungan besar dengan cara yang rnudah. Juga karena belum culcup terbinanya kesama.an pengertian, sikap dan tindakan aparat, merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian.
Ketika kepolisian melakukan penggerebekan ke tempat-tempat penjualan CD (Compact Disk) dan VCD (Vidio Compac Disk,.) bajakan di Glodok, Jakarta Barat,’° beberapa waktu yang lalu sejumlah kalangan merasa keberatan, sementara sebagian yang lain mendukung tindakan tersebut. Bagi mereka yang keberatan berargumentasi bahwa hal yang menyangkut kegiatan usaha pedagang kecil dan para pengencer, menurut
9Paul Goldstein, Hak Cpta Dahulu, Kini &ui Esok, (Copyright’s Higway From Guntenberg to be Celestial Jukebox, Mans Masri), (Jakarta: Yayasan Obor, 1997), h. 17

52
mereka usaha tersebut saneat dibutuhka untuk mendukung ekonomi keluarga. Seharusnya ada solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Sebaliknya bagi mereka yang mendukung tindakan aparat penegak hukum tersebut beralasan bahwa setiap ciptaan harus dilindungi dan kernungkinan pembajakan atau penggandaan secara ilegal. Oleh karena itu setiap bentuk penjualan produk bajakan atau penggandaan ilegal, siapapun yang rnelakukannya hams dilarang dan bahkan dapat dilakukan tuntutan secara hukum.
Namun pernyataan pro dan kontra terhadap hak cipta, juga mernunculkan sikap dan pandangan yang mendua dalam penerapan hukum mi. Hal mi tampak ketika pihak !vlicrosof Corp mengajukan tuntutan hukum terhadap lirna dealer komputer di Jakarta. Kelirna dealer tersebut telah dinilai melakukan pelanggaran terhadap hak cipta, karena telah menggandakan secara tidak sah dan telah menginstal peranti lunak Microsof ke komputer yang mereka jual tanpa disertai dengan dukumen yang tepat. Kernudiai muncul reaksi keras dan masyarakat, sehingga melahirkan pernhelaan yang lebih sujektif dengan alasan masyarakat kluas dianggap tidak rnernungkinkan membayar mahal untuk rnenggunakan peranti lunak (software).
Selama mi terdapat penafsiran yang keliru terhadap pasal 48 huruf c IJUCH dan telah rnengakibatkan keraguan para penegak hukum untuk menindak para pelaku pelanggaran dan menyita suatu ciptaan pihak lain yang pengumurnan pertarnanya tidak dilakukan di Indonesia.12 Bahkan ada penasehat hukum yang menganggap bahwa tidak ada dasar hukum untuk menindak para pelaku pelanggaran yang telah memperbanyak ciptaan orang lain secara illegal. Sungguh ironisnya mi terjadi disaat masyarakat
10Prawito, Hak Alas Kekayaan Intellekinal, (in/ala Koixsis/e,, dcxii Ducilisnie, Majalah Teknologi, edisi 164, Tahun XVI, (Mei 2001), h. 6
“Ibid.
‘2lnsan Budi Maulana, Sukses B/sn/s Melalui Pa/en, Merek dan Hak Cipta, (Bandung:
PT. Citra Aditiya Bakti, 1997), h. 143

53
internasional telah rnenvatalan secara terbuka perlunya perlindungan hak cipta.
Seandainya hukum khusus (lex specialis) dianggap tidak mengatur, maka hukurn umurn (lex genera/is) yang terdapat di dalam KUH Pidana pasal 382 dan KUH perdata pasal 1365 secara umum telah mengaturnya. Selain hal tersebut nilai dan nonna masyarakat merupakan jiwa yang menata tingkah laku masyarakat itu sendiri. Hal mi jelas tidak dibenarkannya baik memperbanyak maupun menjual basil pelanggaran hak cipta, untuk itu pula hati nurani harus difungsikan.
Tetapi dengan memperhatikan realita hukum sebagairnana yang telah diterangkan di atas, maka tidak merupakan keharusan bagi penegak hukum untuk tidak menindak tegas para pelaku pelanggaran terhadap hak cipta. Walaupun realita masyarakat belum semuanya memahami ketentuan hukum di atas.
Lemahnya pemaharnan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan hak cipta, ditambah dengan maraknya produk bajakan menyebabkan tidak kondusifnya upaya meningkatkan temuan atau ciptaan baru. Tantangan terberat untuk menerapkan hak cipta di Indonesia tidak hanya sebatas memperdayakan hukum dalam mengatasi pembajakan. Melainkan harus meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap hak cipta tersebut.
Selama mi, hak cipta terancam kehilangan kemampuan mengembalikan nilai-nilai karya cipta para pencipta. Hal mi disebabkan karena munculnya alat-alat baru seperti mesin fotocopy berkecepatan tinggi serta perekam musik dan film untuk rumah tangga. Untuk itu salman fotocopy sebuah artikel atau majalah yang dipinjampun dapat diperoleb dengan cuma-cuma. Mesin cetak dan fotocopy seperti di atas telah mengubah bobot moral dengan alasan ekonomi dan memperhatikan kepentingan orang lain.

Berbagai pertemuan diadakan dengan Kamar Dagang dan Industri
Indonesia dan asosiasi—asosiasi yang berkepentingan erat dengan hak cipta.
Tujuannya adalah untuk rnemperoleh gambaran yang lebih jelas rnengenai
keadaan yang sebenarnya serta bahan masukan yang dianggap perlu.
Asosiasi yang dimaksud adalah: 1). Di bidang musik adalah Paguyuban
Artis Pencipta Musik Rekarnan Indonesia (PAPPRI), Asasiasi Industri
Rekaman Indonesia (ASIRI), Asosiasi Perekam Nasional Indonesia (APNI).
2). Di bidang perbukuan adalah Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPU, dan
Himpunan Pengarang Indonesia (AKSARA). 3). Di bidang film adalah
Perhimpunan Perusahaan Film Indonesia (PPFI), Gabungan Pengusaha
Rekarnan Vidio (GAPSIREVI). 4). Di bidang komputer adalah Asasiasi
Perusahaan Nasional Informatika (APNI) dan Ikatan Pemakai Komputer
Indonesia (IPKIN).’3
Berdasarkan masukan dan asosiasi di atas diperoleh masukan tentang terjadinya pelanggaran hak cipta teTutama berupa pembajakan, dinilai telah rnencapai titik yang n’ernbahayakan. Tindakan seperti mi akan mengancam kreativitas untuk inelakukan penemuan baru atau untuk berkarya. Selanjutnya juga diperoleh masukan bahwa ancaman pidana yang terdapat dalam UUHC belum dapat menangkal terjadinya tindakan pelanggaran terhadap hak cipta. Sejalan dengan hal mi, juga dirasakan kurang koordinasi dan kesamaan pandang, sikap serta tindakan para penegak hukum dalam menghadapi pelanggaran hak cipta.
Demikianlah penyebab terjadinya pelanggaran terhadap hak cipta yang menyebabkan adanya peluang yang besar untuk memperoleh keuntungan yang banyak dan masih lemahnya pengawasan serta pemantauan terhadap pelanggaran tersebut. Sedangkan upaya pencegahan dan penindakan terhadap pelaku pelanggaran belum mampu menangkal si pelaku untuk menjadi jera.
13C. ST. Kansil, flak Mi//k lnie/ekiua/: Hak Mi//k Perindus/rian dan Hak Ci1a, (Jakarta; Sinar Grafika, 1997), h.237

C. Akibat Pelanggaran Terhadap flak Cipta
Pelanggaran terhadap hak cipta rnernpunyai dampak negatif baik bagi negara, produser, pencipta, pemilik maupun pemegang hak cipta. Termasuk juga masyarakat sebagai konsumen dan negara lain yang telah melakukan perjanjian bilateral, maupun multilateral terhadap perlindungan hak hukum terhadap hak cipta dengan Indonesia.
Masalah hak cipta di Indonesia masih membutuhkan usaha yang mendasar, seperti sosialisasi secara intensif. Pensosialisasian mi tidak hanya dilakukan pada masyarakat luas, tapi juga di kalangan akademisi, para peneliti dan pejabat pemerintahan. Selain itu penegakan hukum terhadap hak cipta itu sendiri dihadapkan kepada pandangan masyarakat yang msih inendua, antara kepentingan umuin yang masih rnenggunakan produkproduk bajakan atau penggandaan secara illegal.
Demikian juga dengan pemakaian atau penggunaan terhadap buku, kaset, CD, VCD dan hasil pelanggaran hak cipta lainnya. Juga perbanyakan suatu naskah baik sebagian maupun seluruhnya dengan menggunakan alat atau cara apapun. Pada mulanya hasil ciptaafi mi digunakan untuk lingkungan pribadi, tapi akhirnya dikomersilkan agar memperoleh keuntungan yang banyak.
Secara urnurn dampak adanya pelanggaran terhadap hak cipta merusak tatanan kehidupan berbangsa di bidang ekonorni, hukurn dan sosial budaya.14 Di bidang sosial budaya, jika tidak ada tindakan yang tegas akan menimbulkan suatu tindakan yang lumrah terjadi. Keadaan mi akan menimbuikan sikap apatis cian kurangnya semangat mencipta. Sedangkan bagi pihak penerbit akan kehilangan minatnya dalam berprofesi.
Bagi masyarakat tumbuh sikap tak acuh dan memandang perlu untuk mempertanyakan apakah barang tersebut ash atau tidak. Kecendrungan masyarakat tersebut jelas menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi
‘4Widyopramono, op. cii., h. 25

56
pernerintah, produser atau penerbit. Bagi produser rekarnan di Indonesia misalnya, mencapai sekitar seribu kali harga resmi yang diperoleh. Padahal konpensasi yang didapat bisa digunakan untuk menghidupkan kembali industri rekaman yang ada.
Bagi negara, dengan banyaknya pelanggaran terhadap hak cipta, maka dilihat dan sektor penerimaan pajak penghasilan hak cipta, jelas negara dirugikan. Hal mi disebabkan karena negara bersangkutan tidak lagi memperoleh pemasukan dan sektor potensial sebagai sumber pendapatan negara disektor non-migas.
Adanya ketentuan hukum terhadap pelaku pelanggaran, muncul reaksi keras dan masyarakat. Kemudian melahirkan pembelaan yang subjektif dengan alasan kebutuhan masyarakat luas. Masyarakat dianggap tidak memungkinkan untuk membayar mahal suatu ciptaan. Misalnya dalam menggunakan peranti lunak (software). Hal mi dianggap sangat membantu dalarn meningkutkan literasi masyarakat dalarn menggunakan komputer, karena biayanya Iebih murah.
Kalau di Amerika Serikat peranti lunak dijual US$ 100-USS 250. Produk bajakan dapat dibeli dengan harga Rp. 30.000. Begitu juga, satu perangkat komputer yang telah dilengkapi dengan perangkat untuk internet dijual USS 560-US$ 626 per unit. Memang hal seperti mi niemberikan keringanan yang cukup besar bagi masyarakat, namun di lain pihak pengguna komputer tidak memiliki perlindungan yang seharusnya ada.16
Adanya peranti lunak bajakan yang relatif murah harganya, meskipun dalam jangka pendek menguntungkan, namun dalarn jangka waktu panjang tidak kondusif untuk pengembangan peranti lunak dalam negeri. Seperti yang diungkapkan oleh Izak Jenie, Direkiur Jails Solution, dengan
‘5mid., h.26
6Maja1ah Teknologi. op. cl/h. 15

terbiasanya melakukan pembajakan, masyarakat lebih cenderung memandang perlu peranti lunak. Kalau peranti lunak microsof Office bajakan (lengkap 4 CD) dapat dibeli seharga Rp. 100.000, niaka akibatnya tidak ada pemogram lokal yang mau membuat program yang relatif sama dengan harga yang sama pula. Hal tersebut memang memberikan keringanan yang cukup besar bagi masyarakat untuk memiliki komputer lengkap dengan peranti lunak yang dibutuhkan.’7
Masih menurut Izak, pembajakan harus menjadi prioritas perhatian pemerintah untuk dibereskan. Sekarang pembajakan yang teijadi, baik program komputer maupun musik dan film cukup menggelisahkan para produser dan pencipta lagu. Jika tidak sulit diharapka, Indonesia akan memiliki penghormatan yang tinggi terhadap hak cipta dan inenjadi lebih kompetitif di dunia internasional.
Tahun 2000 lalu, pelanggaran hak cipta di Indonesia, negara telah dirugikan sebesar US$ 186 juta. Sementara pada tahun 1997 klaim pelanggaran hak cipta cukup tinggi, yakni mencapai US$ 256,1 juta. Pembajakan buku sebesar US$ 47 juta. Perfilman sebesar US$ 19 juta, serta rekaman lagu dan musik sebesar US$ I2juta. 18
Berdasarkan basil survei pada bulan Mei 1999 yang dilakukan oleh Political and Ecconornic Risk Consultacy (PERS), sebuah lembaga konsultan yang bermarkas di Hongkong. Indonesia memposisikan din sebagai negara terburuk di Asia, dalam pelanggaran maupun soal kualitas undang-undang perlindungan hak cipta. Skor Indonesia adalah 9,82 (skor dimulai dan angka nol berarti terbaik dan sepuluh berarti terburuk). Tidak heran bila Indonesia sampai :pertengahan tahun 2000 laIn menempati posisi Priori1y watch list dalam pelanggaran hak cipta yang dikeluarkan oleh
‘7Ibid., h. 7
‘1bid., It 21

58
United State Trade Repsentative (USYR), suatu badan pemantau perdagangan Amerilca Serikat diseluruh dunia.19
Path bulan Juli 2000, Indonesia dapat bernafas lega, karena peringkatnya turun menjadi watch list. Maksudnya Indonesia dapat terhebas dan ancaman atau sanksi retalisasi perdagangan Amerika Serikat. Bila negara masuk kedalam daftar Priority Foreign Country, maka artinya USTR dapat melakukan penyelidikan terhadap kebijaksanaan perdagangan negara tersebut dalarn tiga puluh han, maka Amerika Serikat menerapkan sanksi perdagangan bagi negara tersebut.
Kemudian pada awal Februani 2001 international intellectual Property Alliance (11PA) mendesak USTR agar Indonesia bersama Brazil, Costa Rica, Kuwait, Libanon, Saudi Arabia, Uruguay, Lithuania dan Philipina dimasukan ke dalam daftar Priority Foreign Country. Alasannya masih maraknya pelanggaran.
Khusus menyangkut ciptaan asing, apabila terjadi pelanggaran terhadap hak cipta jenis mi dihiarkan berlarut-larut, maka akibatnya kurang terlindungi kepentingan negara asing di Indonesia. Di samping itu akan berakibat negatif terhadap pembinaan hubungan antar negara. Terutama yang menyangkut masalah perdagangan yang pada giliraimya sangat merugikan negara, bahkan terbuka peluang bagi Indonesia akan memperoleh sanksi dan dunia intemasional. Terhitung senjak I Januari 2000 Indonesia menjadi anggota WTO (World Trade Organization), sudah harus menerapkan perlindungan hak cipta. Kemudian Indonesia termasuk negara yang pertama penandatanganan persetujuan TRIPs (Trade Related Aspects of intellectual Property Righs, a.spek HaKI yang terkait dengan pera.agangan), yaitu di Maroko tanggal 14 April 1994. Persetujuan mi mengatur standar minimum untuk perlindungan dan penegakan hak cipta di negara peserta.
19mw.

59
Menurut Konvensi Bern hak cipta asing mengikuti prinsip nationil treatment (prinsip asimilasi).2° Oleh karena tidak termasuk negara anggota Konvensi Berne, maka Indonesia tidak ditunduk pada prinsip tersebut. Hanya saja UUHC Indonesia telah mengatur perlindungan hak cipta asing tersebut. Menurut ketentuan ‘JIJI-IC perlindungan tersebut hanya diberikan dengan syarat publikasi untuk pertama kali dilakukan di Indonesia, negara dan pemegang hak cipta asing yang mengadakan perjanjian bilateral mengenai perlindungan hak cipta dengan Indonesia, atau negara pemegang hak cipta asing yang bersangkutan ikut serta dalam perjanjian multilateral
‘1
yang sama di bidang hak cipta dan diikuti pula oleh Indonesia.
Walaupun begitu banyak dampak negatif dan tindakan pelanggaran terhadap hak cipta, suatu hal yang tidak dapat dipungkiii bahwa hash dan pelanggaran tersebut, seperti buku, kaset, program komputer dapat membantu, dan bahkan dapat dijadikan sarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Hal mi didukung karena harganya murah dan dapat diperoleh dalam waktu cepat. Adanya desakan kebutuhan akan pendidikan atau ilmu pengetahuan membuat seniakin rnenamurnya pedagang-pedagang yang menjual barang hajakan.
D. Sanksi Pelanggaran Terhadap ilak Cipta
Secara tegas di dalarn UUHC tentang sanksi pidana telah diatur pada pasal 44. Pertaina, sanksi pidana 7 (tujuh) tahun penjara atau denda paling banyak 100.000.000 (seratus juta Rupiah). Sanksi mi diberikan terhadap pelaku pelanggaran hak cipta yang dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak; baik dilakukan dengan cara mengumumkan, memperbanyak atau
20Prinsip asimilasi berarti bahwa seorang warga negara yang merupakan warga dan negara Konvensi E3erne, akan rnemperoleh pengakuan dan hak yang sama seperti warga negara sendiri.
21Parwito, op. cii,. h 14-15

60
memberi izin untuk kedua tindakan tersebut. Menurut ketentuan mi, secara hukum polisi mcmpunyai kewajiban untuk memeriksa pelanggaran hak cipta, walaupun tidak ada laporan dan pemilik hak cipta.
Kedua, sanksi pidana 5 (lima ) tahun atau denda paling banyak 50.000.000 (lima puluh juta Rupiah). Ketentuan hukum mi berlaku bagi orang yang sengaja menyiarkan, memamerkan atau mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau hasil pelanggaran hak cipta.
Ketiga, sanksi pidana 3 (tiga ) tahun dan denda 25 .000.000 (dua puluh lima juta Rupiah). Ketentuan mi berlaku bagi yang sengaja melanggar larangan pemerintah dalam mengurnurnkan hasil ciptaannya.
Keempar, sanksi pidana 2 (dua) tahun denda atau denda 15.000.000 (lima belas juta Rupiah). Ketentuan mi berlaku bagi pelaku pelanggaran terhadap ciptaan berupa potret baik dengan tindakan mengumumkan atau memperbanyak. Bagi pelaku pelanggaran jenis mi clapat dijatuhi hukurnan penjara saja atau denda saja atau keduanya sekaligus sesuaI dengan tindakan pelanggaran yang dilakukannya.
Hasil dan pelanggaran terhadap hak cipta dirampas oleh negara untuk dihancurkan. mi bertujuan unruk mengurangi kerugian moril ataupun ekonomi dan pemegang hak cipta. Maksudnya adalah basil nelanggaran tersebut tidak hanya sekedar dirampas tapi juga tidaic boleh diperjualbelikan, maka untuk mengantisipasi mi barang-barang tersebut harus dihancurkan.
Perampasan dan pemusnahan tersebut dilakukan terhadap ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta baik yang berada pada pelaku pelanggaran maupun yang berada di bawah penguasaannya. Sedangkan ciptaan atau barang yang sudah tenlanjur beredar luas dan berada pada perorangan, mernang sulit untuk dilakukan penind.akan. Namun path dasarnya barang tersebut tetap merupakan hasil pelanggaran. Untuk itu

61
diperlukan upaya secara luas dan kesadaran masyarakat untuk tidak membeli atau menyewa ciptaan atau barang yang serupa dengan itu.
Untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang dilanggar haknya, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pembuatan, perbanyakan, penyiaran, pengedaran dan penjualan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta.
Ketentuan sanksi yang dicantumkan dalam undang-undang tersebut, dimaksudkan untuk memberikan ancaman pidana yang lebih berat. Hal mi bertujuan sebagai salah satu upaya untuk membuatjera pelaku pelanggaran. Selain itu juga dimaksudkan untuk penahanan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Sehubungan dengan hal tersebut, di dalam pe1aksaraan Undangundang No. 12 tahun 1997 sampai saat mi ternyata banyak dijumpai terjadinya tindak pidana, khususnya pembajakan. Laporan masyarakat secara umum dan khususnya yang tergabung dalam asosiasi profesi yang erat kaitannya dengan hak cipta di bidang lagu atau musik, buku, film dan rekaman vidio serta komputer, menyatakan bahwa pelanggaran terhadap hak cipta telah herlangsung luas. Keadaan seperti mi sudah mencapai tingkat yang membahayakan dan mengurangi kreatifitas untuk mencipta.
Menyangkut tanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukan oleh suatu badan hukum, maka pengurus badan hukum tersebut yang bertanggung jawab. Penanggungjawab bisa direktur utama, atau salah seorang dan pengurus lainnya, biasa sudah ditentukan dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga badan hukum yang bersangkutan.
,Pemilik atau pemegang hak cipta dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pihak yang dianggap melakukan pelanggaran terhadap haknya. Hak melakukan gugatan perdata sama sekali tidak megurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana atas pelanggaran hak cipta tersebut.

Sebagai negara vane merdeka, Indonesia telah memberlakukan Undang-undang Flak Cipta selama puluhan tahun. Namun persepsi masyarakat terhadap UUHC tersebut rnasih kurang.22 Sedangkan Indonesia hanya memiliki beberapa ahli tentang hak cipta. Konsekwensinya, mi sulit untuk rnencapai prsepsi yang sama bagi penegak hukum terhadap penegakan hukum di atas. OIeh sebab itu dapat dimengerti jika pihak yang benvenang menernui jalan buntu untuk membuktikan tuduhan atas pelanggaran hak cipta.
Apabila terjadi pelanggaran hak cipta, negara bisa menggunakan kekuasaannya untuk melindungi pernilik hak yang sah, melalui kewenangan administrasi negara. Misalnya kewenangan di bidang kapabean. Kevenangan mi merupakan salah satu bentuk kewenangan yang mengacu pada ketentuan Trips, yaitu norma yang memberikan kewenangan negara untuk rnenghentikan tindakan yang diduga merupakan pelanggaran hak milik intelektual khususnya hak cipta.23
Contoh kasus tindak pidana hak cipta
1. Penggandaan buku tanpa izin pemegang hak cipta atau penerbit yang terjadi di wilayah hukum Jakarta Timur. Menurut tim Anti Pembajakan Buku atau penyidik perkara di CV. MK diternukan antara lain 38 judul buku bajakan dan 19 penerbit, di samping itu juga terdapat berbagai jenis mesin cetak untuk membuat film dan plat. Perusahaan percetakan mi rnempunyai tenaga kerja sebanyak 16 orang. Kasus posisinya adalah sebagai berikut:
22nsan Budi Maulana, Dp. Clt, h. 167,
23Peraturan yang memuat kewenangan seperti mi terdapat PP No. 10 Tahun 1995 tentang Kapabean khususnya bab X, tentang larangan pembatasan ekspor dan impor serta pengendalian ekspor dan impor barang hasil pelanggraan hak cipta. Pelaksana kewenangan mi dilakukan oleh Bea Cukai. Sedangkan Bea dan Cukai juga mempunyai kewenangan terbatas hanya pada barang yang diduga hasil pelanggran hak cipta. Kewenangan yang dimaksud adalah berupa penangguhan dalam jangka waktu yang ditentukan.

63
Bahwa terdakva TB. Direktur CV. MK di Jakarta, pada Oktober 1987 sampai dengan Agustus 1988, sebagai gabungan dan perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai yang sengaja dilakukan tanpa izin pemegang hak cipta atau penerbit telah menambah jumlah ciptaan dengan pembuatan yang hampir sama atau menyerupai yang aslinya. Tindakan mi dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak, yaitu dengan cara memperbanyak jumlah buku yang banyak beredar di pasaran.
Buku-buku tersebut diperbanyak dengan proses perbanyakan sebagai berikut: a. Buku bahan gandaan di foto dengan karnera nuart yang hasilnya dalam bentuk film. b. Film tersebut diproses ke dalam mesin plat merek Dupluinant yang menghasilkan plat, c. Plat dipasang pada mesin cetak merek Dominant dan lembaran-lembaran buku dicetak dengan menggunakan kertas 1/2 (setengah) piano. d. Lembaran-lembaran yang telah dicetak, kemudian diberi sampul dan dijilid dengan menggunakan mesin jilidldijahit buatan RRC. e. Buku yang sudah dijilid kemudian dirapikan dengan mesin potong. f. Buku-buku basil perbanyakan meialui proses tersebut di atas, sama atau hampir sama dengan buku aslinya.
Kasus tersebut di atas seperti yang diatur dan diancam pidana pada pasal 44 UUHC jo pasal 65 KUHP (dakwaan primair, Jaksa Penuntut
Umum: M. Yamin, SH). Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam putusannya Nomor 19/Pid/1989/PN. Jkt. Tim, tanggal 21 september memutuskan bahwa terdakwa TB terbukti secara sab dan menyakinkan bersalah melakukan tindakan pelanggaran yaitu dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak ciptaan berupa buku-buku sebagai gabungan dan beberapa perbuatan:
Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enan) bulan penjara dan denda Rp. 20.000.000 (dua puluh juta Rupiah), subsidair 6 (enam) bulan kurungan.

64
2. Menetapkan masa penahanan yang dijalankan terdakwa dikurangi seluruhnya dan pidana yang dijatuhkan.
3. Menentukan barang-barang bukti sebagai berikut:
a. Buku sebanyak 38 judul yang berjumlah 24.829 buah. Ditambah dengan 252.000 lembaran kamus Bahasa InggrisIndonesia, 3 (tiga) jenis koper buku sebanyak 3.994 kateran, 2 (dua) lembar klise film dan 2 (dua) lembar plat, dirainpas untuk dimusnahkan.
b. Mesin sebanyak 6 (enam ) buah sebagai sarana cetak, yaitu mesin cetak merek Domonant, mesin potong RRC, mesin jilid, lem RRC, mesin plat marking duplomant, kamera nuart, mesin polly RRC.
c. Dua (2) buah mesin sebagai sarana cetak, yaitu mesin cetak dominant dan mesinjilid/jahit diserahkan kepada CV. LB
ci. Surat berupa 1 (satu) lembar ash SIUP No. 133/0905/PM187 tanggal 2 April 1978 atas nama CV. MK. I (satu) lembar ash
SIT menteri Perindustrian Nomor 2O73IPRIND/1K106491F/84.
Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000 (lima ribu Rupiah).
Atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur terdakwa melalui penasehat hukumnya menyatakan banding. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta, akhimya menyatakan terdakwa terbukti bersalah dan telah melakukan tindakan pelanggaran yaitu dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak ciptaan berupa buku-buku sebagai gabungan dan beberapa perbuatan. Oleh karena itu diputuskan, menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama I (satu) tahun 8 (delapan) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dan denda sebesar Rp. 20.000.000 (dua puluh juta Rupiah) Subsidair 6

65
(enam) bulan kurungan dan menetapkan alat bukti sama sepeti yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri jakarta Timur.
2. Kasus Nasriah yang menggugat PT. HM Sampoerna yang teijadi di wilayah hukum Surabaya. Kasus mi berawal dan potret Nasriah dalam ikian perusahaan rokok PT. HM. Sampoerna.. Potret tersebut memang terlihat manis dan enak dipandang. Ia tidak dipotret dalam posisi yang tidak senonoh. Namun masalahnya bukan karena potret tersebut indah atau menank, melainkan karena pemuatannya telah dilakukan tanpa izin Nasniah. Kasus mi diajukan path Pengadilan Negeri Surabaya. Hakim menolak gugatan tersebut, dengan berpegang path pasal 1347 dan 1339 KUH Perdata.
Pasal 1347 menyatakan bahwa hal-hal yang menurut kebiasaan selama perjanjian, dianggap secara diam-diam dimasukan dalam persetujuan, meskipun tidak tegas dinyatakan. Selanjutnya pasal 1339 menyebutkan bahwa persetujuan-persetujuan yang tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan jelas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskart oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.
Selain itu, tampaknya Nasriah pun dalam gugatannya mengacu pada Perjanjian Keija Bersama. Jika mi yang menjadi alasan, maka boleh saja hakim membenkan putusan seperti putusan tersebur di atas. Apabila Nasriah dalam menguraikan posita dan petitumnya dikaitkan atau mengacu dan berlandaskan path UUHC, tentu hasil putusan hakim akan berbeda.25
24
Widyopramono, Op. cit., h. 28-3 5
“lnsan Budi Maulana, Op. cit., li 171-172

Tinggalkan komentar

Hey!

I’m Bedrock. Discover the ultimate Minetest resource – your go-to guide for expert tutorials, stunning mods, and exclusive stories. Elevate your game with insider knowledge and tips from seasoned Minetest enthusiasts.

Join the club

Stay updated with our latest tips and other news by joining our newsletter.

Tag

Belum ada konten yang bisa ditampilkan.

Senarai Blog